Selasa, 16 Maret 2010

Widal Positif Belum Tentu Tifus




Prof.Dr. Iwan Darmansjah, SpFK



Bila musim sedang berganti di Indonesia, terutama di kota-kota

besar, sering ditemukan penyakit tifus yang merupakan penyakit usus

halus. Penyebabnya beberapa tipe kuman Salmonella typhi.



Kuman tifus terutama dibawa oleh air dan makanan yang tercemar,

karena sumber air minum di Jakarta, umpamanya, kurang memenuhi

syarat. Sayuran dapat saja dicuci dengan air kali yang juga dipakai

untuk penampungan limbah. Kakus pun berakhir di got atau kali.

Padahal kuman tifus berasal dari kotoran manusia yang sedang sakit

tifus. Karena kota-kota besar merupakan kakus terbuka raksasa, maka

kuman tifus pun berada dalam banyak minuman dan makanan yang lolos

oleh proses memasak.



Keadaan itu menyebabkan kenyataan : mungkin tidak ada orang di

Jakarta yang tidak pernah menelan kuman tifus ! Bila hanya sedikit

kuman yang terminum, biasanya orang tidak terkena tifus. Namun,

kuman yang sedikit demi sedikit masuk ke tubuh menimbulkan suatu

reaksi imun yang dapat dipantau dari darah; dikenal dengan reaksi

Widal yang positif.



Seseorang di Indonesia yang mempunyai reaksi Widal positif, belum

berarti sakit tifus. Tapi bila reaksi Widal positif ini terjadi

seumpama di Swiss, dan orang itu tidak pernah makan di pinggir jalan

Jakarta serta tidak pernah diberi vaksin tifus, maka kemungkinan ia

benar menderita tifus. Di negara maju sistem pembuangan limbah

disalurkan melalui pipa-pipa tertutup sehingga tidak bercampur

dengan kotoran manusia.



Dewasa ini pemeriksaan Widal di laboratorium umum dilakukan begitu

terdapat demam 1-3 hari. Bila reaksi Widal ditemukan positif, orang

menjadi gelisah. Kadang-kadang ia makan obat antibiotik sendiri atau

memperlihatkan hasil laboratorium itu kepada dokter. Sering terjadi,

dokter langsung memberikan obat tifus kepadanya.



Widal, seperti semua hasil laboratorium, harus diinterpretasikan

dengan bijak. Tanda-tanda klinis penderita harus lebih diutamakan

daripada reaksi Widal yang positif. Mengapa ? Karena hampir semua

orang di Indonesia mempunyai reaksi Widal positif tanpa sakit tifus.

Penderita tifus mulai demam rendah (subfebril) malam hari, hilang

esoknya, terulang lagi malamnya, menjadi makin hari makin tinggi.

Mulainya malam saja, kemudian siang juga. Tifus tidak pernah mulai

dengan demam tinggi pada hari pertama sampai ketiga. Bila demam

terus berlanjut dan pada hari ke 5 - 6 menjadi lebih tinggi, maka

barulah tiba waktunya untuk memeriksa Widal dan melakukan pembiakan

kuman dari darah. Hasil pembiakan kuman tifus yang positif merupakan

bukti pasti adanya tifus. Sayangnya, hasil kultur kuman ini baru

diketahui sesudah satu minggu (diluar negeri dalam 2 - 3 hari, dan

ini merupakan tantangan untuk laboratorium kita).



Angka reaksi Widal sendiri tidak ada artinya, karena naiknya suhu

yang khas, perlahan, sampai tercapai suhu tinggi sesudah 5 - 6 hari

merupakan simtom yang lebih penting untuk menduga adanya tifus.

Demam tinggi yang terjadi sampai 4 - 5 hari, tanpa tanda-tanda

infeksi kuman yang jelas, lebih dari 90% kemungkinannya ialah

infeksi oleh virus, yang tidak perlu diberi antibiotika.



Berbeda dengan diet zaman dulu, kini tifus tidak memerlukan diet

bubur yang ketat; nasi agak lembek sudah cukup. Daging, telur, ikan,

ayam, tahu, tempe, sedikit sayur, dan buah boleh saja. Namun, yang

pedas dan keras seperti kacang sebaiknya dihindarkan. Yang lebih

penting ialah istirahat (tidur terlentang) sepanjang hari, sampai

panas turun selama beberapa hari.



Bila dirawat di rumah ia masih diperbolehkan berdiri dan jalan

perlahan hanya satu kali sehari untuk buang hajat. Kencing dilakukan

di tempat tidur saja. Suhu perlu dicatat empat kali sehari untuk

ditunjukkan pada dokter yang merawat. Namun, penderita dilarang

pergi ke tempat praktek dokter. Banyak pergerakan menyebabkan suhu

naik lagi, karena kuman terlepas dari tempat perkembangannya di usus

masuk ke dalam darah. Pergerakan banyak juga menimbulkan risiko usus

pecah pada minggu ke 3 - 4. Dengan perawatan ini dan obat antitifus

yang khusus, demam baru akan turun dalam 4 - 8 hari. Bila panas

sudah turun dalam 1 - 2 hari setelah pengobatan, kemungkinan bukan

tifus yang diderita.



Sekali Lagi Mengenai Test Widal Utk Tifus



Seorang wanita, 13 thn, yang bertubuh besar dan biasanya sehat,

datang dengan demam 6 hari. Demam tidak terlalu tinggi dan datang

hilang selama 5 hari dan terukur 39.5° C di kamar praktek. Pasien

diantar ayahnya, membawa hasil laboratorium (inisiatif sendiri),

termasuk nilai titer Widal (antara 0 dan 1/160) yang semuanya

normal. Ia mengeluh sakit kepala dan mual sebagai keluhan utama,

serta berak encer 1 kali. Wajahnya menunjukkan ia menderita ringan

saja. Saya beri surat periksa labor untuk tes urine lengkap dan

kultur darah, yang hasilnya baru akan diperoleh beberapa hari lagi.

Dengan diagnosis klinis tifus saya beri siprofloksasin dengan pesan

tidak boleh jalan dan istirahat tidur di rumah. Tanggal 14 Des demam

naik 40.1°C dan karena ayah panik, pasien dirawat di RS PI, dimana

ia diberi infus cefotaxime. Tgl 16 Des saya menerima SMS ,

menyatakan hasil kultur darah tifus positif.



Apakah Tes Widal harus dilakukan pada semua pasien demam?



Sejak beberapa tahun terakhir pemeriksaan tes Widal menjadi rutin

men-screen penderita demam untuk penyakit tifus. Kebiasaan ini hanya

terjadi di Indonesia. Entah asal mulanya dari mana sulit dilacak,

karena hampir semua dokter spesialis dan umum melakukannya secara

salah kaprah kolektif. Hal ini begitu menyolok, sehingga pasien

sendiri meminta labor melakukannya bila demam. Pengelola labor-pun

secara tidak etis menawarkan test ini kepada setiap pasien yang lagi

demam. Pada hal, semua dokter harus tahu bahwa nilai titer Widal

tidak bisa dipakai untuk mendiagnosis tifus. Semua buku kedokteran

juga tidak ada yang akan membenarkannya. Sehingga tujuan komersial

oleh para pelaku tidak bisa disingkirkan.



Reaksi Widal merupakan test imunitas yang ditimbulkan oleh kuman

Salmonella typhi / paratyphi, yaitu kuman yang terdapat di minuman

dan makanan kita yang terkontaminasi dengan tinja orang yang sakit

tifus. Jakarta dan Indonesia merupakan reservoir raksaksa kuman

salmonella dan lainnya. Semua manusia di Indonesia pasti pernah

kemasukan kuman salmonella melalui food-chain ini. Bila kebetulan

jumlah kuman yang tertelan cukup besar mungkin akan timbul penyakit

tifus yang terutama ditandai oleh demam berkepanjangan sebagai ciri

khas. Namun tidak semua demam adalah tifus. Tifus perlu dicurigai

bila demam berlanjut sedikitnya 6-7 hari. Juga demam tifus pada

hari2 permulaan hanya ringan, tidak konstan, naik-turun, dan hanya

setelah 5-7 hari akan tinggi menetap, disertai badan pegal dan sakit

kepala, serta kadang2 mual dan diare ringan. Diagnosis tifus bisa

dicurigai setelah demam sekitar seminggu ditambah gejala2 diatas.

Secara statistik juga demam tanpa adanya gejala positif yang

mengarah ke penyakit lain, kemungkinan tifus adalah yang paling

besar di Jakarta. Hal ini juga ditopang oleh musim kemarau dan

banjir yang membawa kuman salmonella.



Pemeriksaan labor untuk konfirmasi kecurigaan tadi ialah kultur

darah, dilakukan sewaktu ada demam tinggi yang merupakan pertanda

bahwa kuman sedang menyebar dalam darah (sehingga lebih mudah

dikultur). Kultur tidak bia dilakukan pada hari2 permulaan demam

karena cenderung masih negatif. Kita harus menunggu hingga demam

sudah tinggi dan konstan. Sayangnya hasil kultur untuk kepastian

diagnosanya baru diperoleh setelah 4-6 hari. Namun pengobatan sudah

bisa dilakukan atas dasar penilaian klinis, sambil menunggu hasil

kultur.

Test Widal tidak bisa dipercayai karena terlalu banyak test yang

false positif maupun false negative.



Test Widal hanya akan berguna untuk follow-up, terutama jaman dulu

waktu mana belum ada antibiotika dan tifus bisa berlangsung 1 bulan

atau lebih. Ia berguna untuk melihat apakah titernya naik selama

penyakit tersebut. Inipun tidak berguna lagi karena obat antibiotik

yang ampuh sudah tersedia dan akan menyembuhkan tifus dalam 7-10

hari, sehingga tidak perlu follow-up. Tingginya titer juga sangat

individual dan tergantung kemampuan tubuh kita membuat antibody.

Misalnya, saya mempunyai seorang pasien laki, muda yang selama lebih

dari 6 bulan (tanpa demam) diberi antibiotika berganti2 oleh

dokternya hanya karena titer Widalnya sangat tinggi (sekitar 1/8000)

dan tidak mau turun. Tentu hal ini mubazir.



Sekarang musim hujan lagi dan frekuensi tifus akan naik di Jakarta.

Bawalah tulisan ini dan berilah ke dokter anda bila anda disuruh

periksa Widal.

Be a `smart patient'!



Makna Nilai Laboratorium



Dengan adanya teknologi canggih, maka banyak orang mengira bahwa

dengan memeriksakan diri di suatu laboratorium dapat menentukan

penyakit yang dideritanya, misalnya bila terjadi demam. Asumsi ini

tidak benar. Ilmu kedokteran mendiagnosa penyakit terutama dengan

cara klinis, dan laboratorium merupakan pelengkap. Sering hasil

laboratorium disertai dengan nilai-nilai normal disebelah nilai yang

ditemukan, sehingga sangat sugestif bahwa bila nilai yang ditemukan

itu di luar batas-batas normal, maka hal itu berarti "abnormal", dan

abnormal diartikan "sakit". Hal ini TIDAK BENAR.



Sebelum kita menarik kesimpulan seperti di atas perlu difahami

beberapa hal:

1. Nilai laboratorium "normal" ditentukan oleh himpunan data nilai

lab yang banyak sekali dari orang-orang yang dianggap dalam

kondisi "normal" sehingga diperoleh batasan yang dianggap "normal"

secara statistik. Namun manusia sangat bervariasi sehingga perolehan

nilai lab itu perlu diinterpretasi secara ilmiah. Misalnya suatu

nilai darah, seperti laju endap darah dapat dipengaruhi oleh ada-

tidaknya haid, dan caveat ini tidak disebut dalam laporannya.

Walaupun suatu nilai yang tinggi, misalnya 100 mm/1jam, dapat

dihubungkan dengan suatu proses di tubuh seperti adanya infeksi atau

adanya tumor bila memang didukung oleh keadaan klinis. Kekecualian

pun bisa terjadi, artinya "tidak ada penyakit".



2. Ada nilai lab yang mempunyai batasan normal sempit, dan perolehan

nilai dil luar batasan ini berarti pasti abnormal (sakit). Misalnya,

tinggi-rendahnya hemoglobin (Hb) dapat memastikan adanya anemia

("kurang darah"), dan dapat ditentukan secara konsensus, dibawah

nilai Hb berapa, diperlukan transfusi darah. Contoh lain, misalnya,

nilai fungsi ginjal, kreatinin, mempunyai batasan normal yang

sempit, dan di atas batasan ini menunjukkan semakin berkurangnya

fungsi ginjal secara pasti. Terdapat hubungan jelas antara

bertambahnya nilai kreatinin dengan derajat kerusakan ginjal,

sehingga diketahui pada nilai berapa perlu dilakukan tindakan cuci

darah misalnya.



3. Sebagian nilai lab mempunyai batasan lebar dan arti yang kadang-

kadang tidak terlalu penting bila batasan "normal" dilampaui.

Memperoleh nilai reaksi Widal positif untuk menandakan adanya

antibody terhadap kuman tifus dalam tubuh kita merupakan suatu nilai

lab yang sering dirisaukan oleh penderita bila ada demam. Dalam

terbitan INTISARI bulan ……….telah dibahas mengenai arti suatu reaksi

Widal yang positif, yang belum tentu berarti menderita tifus. Widal

positif tanpa adanya demam khas selama kurang-lebih seminggu

bukanlah tifus. Reaksi Widal positif hanya disebabkan oleh

tercemarnya sumber air minum di kota-kota besar Indonesia oleh kuman

Salmonella typhi dari penderita tifus.



4. Nilai tinggi kolesterol dan asam urat dewasa ini juga merupakan

momok untuk mereka yang suka makan enak dan banyak. Segala gejala

yang dirasakan seperti pegal, linu, sakit kepala, sakit sendi,

dikhawatirkan sebagai akibatnya. Sebagian besar hal ini tidak benar,

dan kenaikan sedikit diatas "normal" tidak perlu dirisaukan; apalagi

diharuskan makan obat. Biasanya dengan melakukan diet yang baik

nilai-nilai ini sudah turun ke normal. Sebaliknya makan obat

disertai makan banyak berlemak tentu merupakan tindakan tidak

rasional.



5. Pemeriksaan lab juga sering berlebihan; semua fungsi fisiologis

diperiksakan tanpa adanya petunjuk klinis apa yang hendak diketahui.

Pemeriksaan semacam ini tidak akan menghasilkan sesuatu yang

diharapkan dan menghamburkan biaya. Sebaiknya pemeriksaan lab perlu

direncanakan dengan baik oleh dokter anda dan untuk menghemat biaya

perlu dibatasi jenisnya. Hasil lab yang sering diperlihatkan kepada

dokter anda setelah anda sendiri memintanya di laboratorium biasanya

mengandung banyak kekurangan karena tidak dipilih menurut kebutuhan

yang riel. Interpretasi hasilnya juga tidak dapat dilakukan sendiri

tanpa pengetahuan lebih lanjut.



Iwan Darmansjah

2 komentar:

  1. salam. Selamat pagi... artikel yang menarik sekali...

    Dua minggu yg lalu saya mengalami demam selama 2 hari.. setelah itu tidak terjadi demam lgi.. tp di hari ke 5 perasaan saya tidak enak, kaki saya dingin dan kebas serta gelisah.. akhirnya saya ke dokter untuk cek darah... setelah d cek ternyata trombosit saya ada di dawah normal yaitu 97.000 yg seharusnya 150.000-450.000. Dan di nyatakan sebagai DBD. Akhirnya saya langsung di infus dan di wajibkan rawat inap... hari pertama, dirawat badan sangat bugar.. namun hari kedua tepatnya hari ke-6 saya sakit.. dokter menyatakan saya terkena tifus dengan widal yg tinggi... hari ke dua pun badan masih bugar namun trombosit menurun jdi 85.000, hari kedua itu saya sudah mulai di kasih antibiotik untuk tipes melalui infusan saya... hari ke 3 di rumah sakit.. badan saya terasa sangaaaat lemas, dan nafas jdi pendek, sekujur tubuh terasa dingin dan keram.. setelah tes darah ternyata trombosit saya hanya naik 1000, mnjadi 86.000.. dan hari berikutnya trombosit mulai naik 124.000, dan hari berikutnya menjadi 133.000, akhirnya dokter membolehkan saya rawat jalan d rumah dengan catatan harus bedrest total krn saya di vonis terkena tifus.. yg saya herankan, saya tidak demam dan di vonis tipes krn widal tinggi dan hati mengalami kenaikan fungsi... tp saya tdk merasakan panas, pusing, mual, atau sakit di bagian perut... hanya saja perut saya memang asam lambungnya tinggi jdi terasa panas... dan badan terasa lemaas sekali... dan bab kadang mencret tp sudah tidak lgi... dan sekarang saya masih konsumsi antibiotik dan vitamin yg diberikan dokter... jd sbnernya bisakah seorang terkena tifus tanpa demam? Org tua saya juga sering di vonis tipes tanpa mengalami demam tp uji widal menunjukkan widal yg tinggi.. yg dirasakan hanya perasaan gelisah dan perut tidak enak, namun setelah istirahat 3 hari d rumah tanpa menggunakan obat dokter, org tua saya sdh sembuh dri tipes.. skr sudah masuk 2 minggu saya sakit.. dan msh terbaring d tmpat tidur saja krn tdk boleh banyak gerak ktanya... dan juga memang badan terasa sangat lemaaas sekali...

    BalasHapus
  2. Now we are entering the season of pancaroba, it makes the body will be increasingly vulnerable to attack the disease, as one example of the disease Typhus.
    Obat Tifus

    BalasHapus